Sabtu, 16 November 2019

Tjut Nyak Dien dan Nenek Tua

Indonesia sedang ramai kembali, hal ini dikarenakan ucapan seorang Nenek tua putri Proklamator. Hati umat Islam khususnya di aduk-aduk lagi oleh Nenek ini, aneh bener menurut ane. Beliau tuh beragama Islam, punya Nabi pembawa pesan Tuhannya, Nabi yang dia percaya sebagai manusia sempurna untuk menyebarkan agama yang sekarang dia ikuti. Trus terucap dari mulutnya, membandingkan Nabi dengan Bapaknya.... hadeuhh. 

Langsung lompat ke tahun 1800 an, dimana pada saat itu Aceh adalah sebuah Negeri aman dan Damai. Namun Jawa sudah terjajah oleh Belanda, dan mereka ingin meluaskan wilayah Jajahannya. Seluruh Sumatera ingin dikuasai, tidak terkecuali Aceh. Menceritakan perjuangan dari Ayah Tjut Nyak Dien, melawan penjajahan Belanda di Bumi Rencong. 


Dien kecil sudah melihat kepahlawan Ayahnya sebagai Panglima Perang Kesultanan Aceh, Dien Remaja sudah merasakan masuknya Belanda. Ikut berperang saat mulai dewasa, hingga menikah dengan pejuang dari Negeri Sebelah (Kesultanan Aceh). Sampai Belanda menaklukkan Istana Aceh dan melebarkan wilayah Jajahannya, Suami dan Ayah Tjut Nyak Dien gugur di medan perang.

Buku ini juga menceritakan detail konfrontasi Aceh dengan Singapura, Inggris, Belanda, Turki Ustmani. Banyak pengkhianatan dari orang Aceh yang menjilat ke Belanda, namun ada pula orang asing yang bergabung membantu perjuangan masyarakat Aceh. Perang Sabil mengajarkan kita, untuk selalu ada pemimpin (Sultan) sebagai simbol kekuasaan, Sultan gugur harus ada Sultan yang baru.

Semangat jihad yang membara ada di seluruh masyarakat Aceh, berbekal ilmu agama sejak dini. Membela agama dan wilayah adalah perjuangan menggapi surga, tidak takut walau hanya mati, bahkan banyak senyum di mayat-mayat pejuang Aceh. Namun apa daya, manusia berusaha maksimal, Allah yang menentukan takdir. Belanda menguasai Aceh dan mendorong pejuang hingga ke pelosok desa.

0 comments:

Posting Komentar

Barusan Pulang

Friendship