Jumat, 26 Juni 2020

Wajah Santri dari Dalam Bis

Beberapa kali melewati daerah Pesanten di rembang, pernah kost di Kudus yang sekitarnya banyak pesantren, beberapa tempat lainnya. Apa yang terlihat didepan matatidak merasa respect dan bangga dengan generasi yang sedang belajar agama ini. 

Walaupun tidak bisa digeneralisir, namun inilah wajah santri yang saya lihat. Saat pulang dan pergi Pati – Surabaya, dan melewati Pesantren besar di wilayah Lasem. Banyak Santri yang dipinggir jalan, ngobrol sambil merokok, makan dengan tangan kiri, makan sambil jalan, sudah adzan tidak bersegera, penampilan acak adut, laki perempuan berboncengan - bisa jadi itu mahramnya.

Saat kost di Kudus, ya hampir sama, khususnya yang lelaki, terlihat seperti anak yang tidak terawat. Setahu saya ilmu awal yang diberikan adalah mengenai kebersihan (Toharoh), tapi terlihat jauh panggang dari api. Tidur di masjid bergelimpangan, kamarnya Maa Sya Allah, beberapa terlihat dari jalanan.

Kelihatannya pengurus pesantren, hanya mengajar tanpa mendidik. Ada kelas kelas yang akan diisi para Ustadz dan Kyai, santri yang mau belajar silahkan, enggak silahkan. Pesantren hanya menyediakan tempat tinggal apa adanya, jika tidak muat atau kurang berkenan silahkan cari tempat tinggal sendiri.

Berbeda dengan gambaran pesantren dan santri yang baca di buku 5 Menara (Ahmad Fuadi), Kembara Rindu (Kang Abik), dan gambaran dari TV. Terlihat teratur, rapi, bersih, santri nya juga baik. Pasti ada yang nakal, tapi nggak kemproh gitu.

Saya pernah menanyakan ke beberapa teman yang pernah nyantri, mengenai pengamatan saya seperti yang diatas. Jadi, ada sebagian Pesantren yang membuka seluas-luasnya anak-anak untuk belajar, bebas memilih. Tidak ada kurikulum pasti, pesantren tradisional kebanyak seperti ini.

Sebenarnya Assatid dan Kyai nya bagus bagus, ilmu nya juga mumpuni. Tapi karena sistem kurang kuat dan tegas, santri jadi maunya sendiri dan itu fitrah anak muda. Namun jika tidak dikekang efeknya jelas nggak baik, karena anak muda perlu diarahkan dan dibatasi dengan peraturan.

Semoga pengamatan dan analisa saya ini salah karena hanya melihat tampak luar saja. Kalaupun benar, semoga hanya sebagian kecil di Indonesia. Jadinya saya kurang gaul melihat banyak pesantren di Indonesia. Karena saya punya keinginan untuk memberikan pendidikan pesantren ke anak, khususnya pesantren Hafidz.

1 komentar:

Barusan Pulang

Friendship