Senin, 21 Desember 2015

Tahlilan jadi budaya, nitip berkatan jadi kebiasaan

Sudah setahu lebih saya tinggal dan bekerja di Pati. Berkali-kali pula acara tahlilan kematian saya ikuti, pas meninggal, tujuh hari, 40 harinya, 100 harinya, 1 tahunnya, dan berapa hari lainnnya. Kadang juga ada acara hari besar dan ritual lainnya.

Yang saya sukai dan pastinya orang lain juga adalah, peserta mendapatkan snack dan kadang makanan berat he he. Acara acara ini pun jadi tempat bertemu tetangga, karena saya adalah orang rumahan – jarang keluar apalagi berkunjung ke tetangga. Ngobrol dan berkenalan dengan tetangga jadi aktivitas sebelum doa doa dipanjatkan.

Yang nggak saya sukai adalah aktivitas merokok, waduh.... hampir 70% yang datang adalah perokok. Saya bukan perokok dan sangat terganggu dengan asapnya. Jadi sangat bersyukur saat tidak bersebelahan dengan perokok atau asap rokok tidak mengarah ke saya.

Hal aneh tapi unik yang saya perhatikan adalah, kebiasaan orang-orang untuk membawakan berkatan (makanan yg dibungkus untuk tamu yang hadir mendoakan). Langsung  aja mereka itu, bawa dua tiga atau empat sekaligus. Nah kenapa harus elu bawain sih, kan salah sendiri gak datang. Dibagi dulu kek ke orang orang yang sudah hadir, kalau ada sisa baru. 

Berkali kali saya sebel karena kebiasaan orang-orang disini. Sampe pada suatu hari, saya nggak datang di acara syukuran karena pulang malam. Eh makanannya diantar si empunya hajat, lha ngapain ini... kan jadi gak enak. 

Setelah berkali kali dan lewat setahun baru nyadar, pemilik hajat ternyata sudah menyediakan berkatan sesuai jumlah tetangga yang diundang. Jadi yang datang dan enggak  sudah ada jatahnya, daripada empunya hajat ngirim tuh makanan – dititipin aja yang rumahnya berdekatan. 

Semakin lama kebiasaan titip ini jadi aturan tidak tertulis, dan orang-orang yang hadir berinisiatif untuk membawakan jatah berkatan tetangganya yang nggak hadir walaupun belum diminta tolong. 

4 komentar:

Barusan Pulang

Friendship