Tapi bukannya nanti akan riya’? pertanyaan itu terucap oleh salah satu taklim’ers Piloc Iqro' di Sabtu siang. Salah satu pertanyaan standar tapi memang menggumpal di sebagian taklim’ers, dan memang hal itu terjadi. Ntar ntar…….. supaya gak bingung ini ngomongin apa, saya buka dulu ya: Ini hari rizalarable akan mengaji (mengkaji) mengenai keterpaksaan dan kebiasaan, yang dipersembahkan khusus untuk taklim’ers di Blog Sing Biasane.
Salah satu agenda acaranya adalah menghitung ‘amalilah harian’, jadi setiap taklimers bersama-sama membuat target untuk melaksanakan amaliyah hariannya – semisal : tahajud 2 kali seminggu, sholat berjamaah dimasjid 20 kali seminggu, puasa sunnah, dll. Sebenarnya rencana ini bagus, namun karena tidak didukung oleh panitia yang semangat, checklist yang menarik serta rasa nervous yang tinggi bagi sebagian taklimers - cos, ini adalah hal baru. Maka Alhamdulillah rencana ini gagal saat pertemuan berikutnya, gak ada yang setor amalilah harian.
Salah seorang senior di Piloc Iqro' pun mengarapkan semua taklimers bisa melakukan target amaliyah hariannya dengan baik. Dan muncullah pertanyaan itu: “Tapi bukannya nanti akan riya’?”. …… Sebenarnya sih bisa aja- dengan menunjukkan amaliyahnya- seseorang menjadi sombong, congkak dan riya’. Senior itupun menjelaskan bahwa: “mau pilih mana kita hitung amalilah sekarang, atau nanti Allah akan menghitung saat penghisaban.” Dan gak ada yang menyangka lho kalo nanti bisa melakukan semua amalilah-amalilah tersebut dengan baik dan rutin dengan memulainya di hari ini”.